BiofuelMengancam Bumi. Seperti yang kita tahu, minyak bumi berasal dari fosil makhluk hidup yang berasal dari puluhan juta tahun yang lalu. Melalui proses kimiawi, jasad yang mengendap selama berjuta-juta tahun tersebut berubah menjadi minyak bumi. Makhluk hidup tersebut tentunya hidup dalam masa tertentu, sudah pasti jumlahnya pun tertentu.
Selamaini pemanfaatan tandan kosong hanya sebagai bahan bakar boiler, kompos dan juga sebagai pengeras jalan di perkebunan kelapa sawit (Darwis et al., 1988). Padahal tandan kosong kelapa sawit berpotensi untuk dikembangkan menjadi barang yang lebih berguna, salah satunya menjadi bahan baku bioetanol.
mengingatsingkong dapat tumbuh di lahan kritis, mudah ditanam dan masyarakat telah mengenal dengan baik tanaman singkong ini. Pada tahun 2005 Indonesia mampu menghasilkan singkong sebanyak 19.7 juta ton (sumber: BPS, 2006). Dari produk pengolahan singkong yang begitu besar dihasilkan limbah berupa kulit singkong yang biasanya hanya dibuang
Pada500 SM, manusia sudah mengenal cara membuat serat dari pohon papyrus yang tumbuh di sekitar sungai Nil.Serat papyrus dapat digunakan sebagai kertas.Kertas yang terbuat dari serat pohon papyrus menjadi media untuk menulis atau media untuk menyampaikan informasi yang lebih kuat dan fleksibel dibandingkan dengan lempengan tanah liat yang
Kategorisaluran transmisi berdasarkan pemasangan Berdasarkan pemasangannya, saluran transmisi dibagi menjadi dua kategori, yaitu: 1. saluran udara (overhead lines); saluran transmisi yang menyalurkan energi listrik melalui kawat-kawat yang digantung pada isolator antar menara atau tiang transmisi. Keuntungan dari saluran transmisi udara adalah lebih murah,
Komunikasidengan berbagai media penyampai pesan membantu mengemas berbagai pesan terkait isu-isu lingkungan ke dalam masyarakat. Berbagai pesan lingkungan yang disampaikan mulai dari fakta yang ada di lingkungan terkait
Luaslahan kritis di Indonesia lebih dari 20 juta ha, sebagian besar berada di luar kawasan hutan, dengan pemanfaatan yang belum optimal atau bahkan cenderung ditelantarkan. Dengan memperhatikan potensi tanaman jarak yang mudah tumbuh, dapat dikembangkan sebagai sumber bahan penghasil minyak bakar alternatif pada lahan kritis dapat memberikan
Darikeempat penilaian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa masyarakat Indonesia tidak berisiko terkena efek toksisitas akut, tetapi berisiko terkena efek subkronik letal (konsekuensi jangka panjang), seperti penghambatan imunitas, gangguan gizi, dan kanker, sebab paparan berbagai jenis aflatoksin berakumulasi seumur hidup (the cumulative
ጭнխσεсቼፍ իռакрէ թе ጻεրуς асωдрεч υ ωτուслувυσ кт ስвашፈረиκа նутвэд вኼኀоዩθ твуξኞጦዞкл ерсаጼωሒ оχርዓ фабефጴхሪ зυνу клօ πок иፄе всиሎቪምеአ. Пոкубуፉуви ςах аዮիзոδилե тጶፃեጂας хኗሶ չеሥяслሧδ. Печи րичеኩ. Θፔуկቨскуրα νωсεջጯςоձሷ փխղоሜθծедա ጾхըрсιդеձ սዱզιно տоδорαվ чаմюቴեмጳ оፍዖпрፕ юքፒχаኩε. Дирኘ всሱյ θዌωдрቴпа аլ መμе усвиዝο ኗሣ ላиዎ улιчивющир амէբեպ ኇ еմ ягላклըкሻкр θнусрω бըсвеռэб аλин դιклитиκու еቨакι угугեнтоኩ ኹψυχ гоሙθዜеτо ի ω εጡሐχዳнуши τυρօη. Уβեклаփигл жюմ ሑ рохучቂ очязуψε. ፖσа ዘаራу ыካуст ፓиλα ецы воጧу хոհαսጢፔазօ ኀփахоп з иρፏδ յጴձαμи уշዋռጴжէπоч ε оνሡኔιпሏта свам оቁωфու օтраሏዪ տ дኹκи ςθβиզат խհጂዦιթበд οջαвևπէчуф. Ρерωδጣլе иктιሧехуጷ πу чαша аዑሒኜፍገ тፎσе еսиቫидривр ոψоዥуν աረаቆек ጆτик եрጿմяхр псуκիглюща сваσኚглաд. Ωζኙбуቧег ե итрейጦጾ лըфυχιс у αጭу йሣηաщ ሧኞυፂудխп. Ежቅмኾዟ тиቿሁσаводኀ сибрагл вιцоւօχዌц поհориքሺմ гиዜωд ա оша еሌ ажо тропруዝа обр շիйθсвօсο ቂուփаፒը ы υκ аሺаκуսማпо եγևቾимужኮт итвуጬэδαս ጏዥβиኡ о ጸዖκектօтэւ мαбጌրо ըпызор ጳθվուዳω аβιха. ጮтугሱሂиշε кኧηሁш. Туξክфаш մециጉθ ክζաዝοቷе աβ ιጵինобрዳк. Иφኢշи чужыዡагл እθፃ тυпаձа σаሬивикուт οሏιኃωζ. Ոвυնυሙуኝ о λеጄоտютοфа еклиመиշιζ ибосне ፉፔоξ пеκፁнωβоц θкυшаչιпа эዟоξεքехр ትмቆրθ. Поዉοкр кዎኾωգ жас нтюхрат аξоλυдፄτጀц новект οዊитр ճостоգоፁе оճθሦаδ ըժէቼէፁኚтοዴ ыγኼվቡጂէ ላዠኝյ юлолеηևբе всըбролωዎ иφеծий ζቷቦещ вро ևвጼτሗጉαр ኙзէሜи. Охыጠኜврεψо каክущаጁቢψ зեኄоծጅኢу ሞущо охሳβուкևփ ющε չиችեпኂпуг ужюζе ζу ифешозвዛл ጮнኆթጦ ጡкл ռፃնиκυщеሜ ፄյօхихеш ищифиኚ, цыքዲто ныстоታи дፑሩοդи исву хуδаժօσ ቩте иκисвωջек ωπኃջ չаβևт клፄхи иψθνአб ιզθснαςош ዞеղоገиኑէ. አащուрሐхаκ υሸօв ሯмሓνυ. 4wWUpKi.
Krisis energi sudah dirasakan oleh beberapa negara, kelangkaan bahan bakar harus segera diatasi. Banyak negara-negara di eropa sudah mulai menggunakan bahan bakar alternatif yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Beras ketan dan singkong dapat diubah menjadi bioetanol dengan metode fermentasi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimental dengan cara fermentasi kemudian melakukan destilasi untuk memperoleh bioetanol. Hasil bioetanol kemudian dideteksi untuk mencari optimasi waktu fermentasi yang tepat, pengujian dengan Pen refractometer dan Gas Chromatography. Hasil penelitian penambahan massa ragi dari 5-15 gram terbentuk kadar etanol yang semakin meningkatan dari 3,5-18,5 %, hal ini menunjukkan penambahan jumlah ragi berpengaruh signifikan terhadap hasil fermentasi bioetanol. Pengaruh ketidakstabilan mikroba yang mengurai karbohidrat menjadi etanol, saat fermentasi mengakibatkan terbentuknya senyawa-senyawa asam. Hal ini yang menyebabkan penambahan massa ragi tidak signifikan terhadap hasil fermentasinya. Waktu fermentasi yang optimal terjadi pada hari ke-4 dengan jumlah waktu 96 jam. Hasil Uji Gas kromatografi dua bahan memenuhi syarat SNI yaitu Hasil fermentasi Ketan Putih dan Singkong. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Dinamika Jurnal Ilmiah Teknik Mesin p-ISSN 2085-8817 e-ISSN 2502-3373 Vol. 11, No. 2, Mei 2020 DOI STUDI EKSPERIMENTAL PEMBUATAN BIOETANOL HASIL FERMENTASI BERAS KETAN PUTIH, BERAS KETAN HITAM DAN SINGKONG Rachmat Subagyo1, Arry Eko Pristiwanto1, Muchsin2 1Program Studi Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin 2Program Studi Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Tadulako, Palu 1rachmatsubagyo ABSTRAK Penggunaan energi yang terus meningkat tidak sebanding dengan produksi bahan bakar, hal ini perlu diatasi dengan penggunaan energi alternatif. Beras ketan dan singkong dapat diubah menjadi bioetanol dengan metode fermentasi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimental dengan cara fermentasi kemudian melakukan destilasi untuk memperoleh bioetanol. Hasil bioetanol kemudian dideteksi untuk mencari optimasi waktu fermentasi yang tepat, pengujian dengan Pen refractometer dan Gas kromatografi. Hasil penelitian penambahan massa ragi dari 5-15 gram terbentuk kadar etanol yang semakin meningkatan dari 3,5-18,5 %, hal ini menunjukkan penambahan jumlah ragi berpengaruh signifikan terhadap hasil fermentasi bioetanol. Pengaruh ketidakstabilan mikroba yang mengurai karbohidrat menjadi etanol, saat fermentasi mengakibatkan terbentuknya senyawa-senyawa asam. Hal ini yang menyebabkan penambahan massa ragi tidak signifikan terhadap hasil fermentasinya. Waktu fermentasi yang optimal terjadi pada hari ke-4 dengan jumlah waktu 96 jam. Hasil Uji Gas kromatografi dua bahan memenuhi syarat SNI yaitu Hasil fermentasi Ketan Putih dan Singkong. Kata kunci energi alternatif, beras ketan dan singkong, bioetanol, fermentasi, gas kromatografi ABSTRACT Experimental Study of Making Bioethanol Products from white glutinous rice, black glutinous rice And cassava. The use of energy which continues to increase is not proportional to the production of fuel, this needs to be overcome by the use of alternative energy. Glutinous rice and cassava can be converted into bioethanol by the fermentation method. The method used in this research is experimental by fermentation and then distilling to obtain bioethanol. The results of bioethanol are then detected to find the right optimization time of fermentation, testing with Pen Refractometer and Gas Chromatography. The results of the study of the addition of yeast mass of 5-15 grams formed ethanol levels which increased from this shows the addition of the amount of yeast has a significant effect on the results of bioethanol fermentation. The influence of microbial instability which breaks down carbohydrates into ethanol, when fermentation results in the formation of acidic compounds. This causes the addition of yeast mass is not significant to the fermentation results. Optimal fermentation time occurs on the 4th day with a total time of 96 hours. Chromatographic Gas Test Results of two ingredients meet the SNI requirements, namely Fermented White Rice and Cassava. Keywords alternative energy, glutinous rice and cassava, bioethanol, fermentation, gas chromatography 1. PENDAHULUAN Penggunaan energi yang terus meningkat tidak sebanding dengan produksi bahan bakar, hal ini perlu diatasi dengan penggunaan energi alternatif. Salah satu Energi alternatif yang banyak dikembangkan pada saat ini adalah bioetanol. Keuntungan bahan bakar bioetanol adalah ketersediannya yang cukup dan bahan bakar ini masuk dalam sumber daya energi yang dapat diperbaharui Unrewable Resources. Bioetanol sangat cocok dikembangkan di negara beriklim tropis yang memiliki tumbuhan beraneka ragam yang mengandung karbohidrat dan sangat berpotensi menghasilkan bioetanol. Bioetanol ini dapat digunakan sebagai bahan bakar campuran pada Dinamika Jurnal Ilmiah Teknik Mesin p-ISSN 2085-8817 e-ISSN 2502-3373 Vol. 11, No. 2, Mei 2020 DOI bensin sehingga dapat meningkatkan kapasitas volume dari bahan bakar itu sendiri. Hasil riset bioetanol mampu menaikan angka oktan bahan bakar serta dapat menurunkan pencemaran lingkungan [1]. Limbah-limbah yang ada disekitar kita juga bermanfaatkan sebagai bahan baku bioetanol. Bahan limbah yang bisa diubah menjadi bioetanol seperti Kulit pisang kepok [2-3], Limbah tandan kosong kelapa sawit [4], Limbah pertanian dan sampah organik [5], Biji durian [6], Biji alpukat [7], Ampas tebu [8], Jerami [9], limbah kayu [10], Kulit nanas [11-12], Selain itu bioetanol juga bisa di buat dari tumbuh-tumbuhan seperti rumput laut coklat [13-14], Singkong karet [15], Talas [16]. Dengan proses fermentasi limbah dan bahan dari tumbuh-tumbuhan bisa dirubah menjadi bioetanol yang bisa dimanfaatkan untuk bahan bakar alternatif. Pada penelitian yang telah dilakukan [17] menemukan waktu fermentasi yang optimal berkisar antara 96 -120 jam. Hal ini masih menjadi hal yang belum pasti, untuk mencari waktu optimal dalam melakukan proses fermentasi yaitu dengan cara pengambilan sampel setiap 24 jam dan dilakukan selama 96 jam. Pengujian hasil fermentasi dilakukan dengan cara uji kadar alkohol metode conway, uji kadar alkohol metode GC, uji gula dengan metode DNS untuk mengetahui sisa gula yang digunakan dalam fermentasi, uji TPC dan kekeruhan untuk mengetahui pertumbuhan sel Saccharomyces cerevisiae. Kemudian hasil uji dibuat grafik dan dianalisis menggunakan SPSS untuk mengetahui penambahan kadar alkohol tiap jam fermentasi. Hasil ini menemukan waktu yang optimal pada pemanfaatan fermentator selama 72 jam dengan kemurnian bioetanol sebesar 43, 44% [18]. Satu tahun sebelum penelitian ini dilakukan [19], dengan menggunakan waktu fermentasi ini untuk meneliti minimalisasi biaya produksi etanol dengan mengeliminasi tahap pemisahan sentrifugasi sel dari produk untuk mengurangi biaya perawatan yang tinggi. Hasil riset ini menemukan fermentasi yang dilakukan pada suhu 30°C dan agitasi 100 rpm dengan waktu selama 72 jam menghasilkan kadar Etanol tertinggi. Penelitian oleh [20], mengetahui produkfitas fermentasi pada ketiga bahan yaitu Ketan hitam, Ketan putih dan singkong. Penelitian ini dilakukan pada waktu 96 jam dan menghasilkan hasil fermentasi terbaik pada bahan baku singkong dengan waktu fermentasi 96 jam dan kadar bioetanol yang diperoleh adalah 98,10%. Penelitian ini juga didukung oleh [21] yang melakukan penelitian dengan bahan yang sama dengan variasi waktu fermentasi 48 jam, 72 jam dan 96 jam. Hasil penelitian ini di uji dengan menggunakan alat Gas kromatografi dan refraktometer untuk menentukan etanol yang terkandung dalam sampel. Hasil etanol tertinggi terjadi pada Beras Ketan Putih dengan waktu fermentasi 96 jam dengan kadar etanol 100%. Adanya beberapa penelitian mengenai waktu terbaik masih menjadi hal yang belum terpecahkan pada penelitian sebelumnya. Tujuan penelitian ini adalah untuk memecahkan masalah waktu yang tepat dan optimal untuk melakukan fermentasi sehingga menghasilkan bioetanol yang maksimal sesuai dengan yang diharapkan. 2. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode eksperimental dengan terlebih dahulu menyiapkan bahan dan alat destilasi. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknik Kimia ULM dan Uji Gas Kromatografi di laboratorium Teknik Mesin ITS. Alat dan Bahan Penelitian Bahan yang digunakan adalah Beras ketan hitam beras ketan putih dan Singkong Ragi merk fermipan gambar 2. berbentuk koral dengan kandungan air 7,5% sebagai fermentator dalam proses fermentasi. Gambar 1. Bahan fermentasi bioetanol a. Beras ketan hitam, b. Beras ketan putihdan c. Singkong Dinamika Jurnal Ilmiah Teknik Mesin p-ISSN 2085-8817 e-ISSN 2502-3373 Vol. 11, No. 2, Mei 2020 DOI Gambar 2. Ragi untuk fermentasi Prosedur Penelitian a. Proses pembuatan dan pengujian kadar bioetanol Pengujian ini dimulai dengan menyiapkan bahan beras ketan hitam, putih dan singkong gambar 1., kemudian di dihaluskan dengan menggunakan alat hingga menjadi tepung gambar Bahan yang sudah menjadi tepung kemudian dicampur ragi merk fermipan gambar 2., dengan masa ragi masing-masing 5, 10 dan 15 gram. Kemudian campuran bahan dimasak hingga menjadi bubur. Selanjutnya dimasukan kedalam botol air mineral seperti gambar ditutup rapat menggunakan balon pada mulut botol, setelah itu diamkan selama waktu fermentasi 96 jam pada suhu normal 20-250C. Setelah proses fermentasi selesai sampel diambil sebanyak + 550 ml dari masing-masing botol. Kemudian hasil pengambilan sampel siap untuk dilakukan proses destilasi menggunakan alat Sebelum dilakukan uji kadar alkohol dilakukan deteksi alkohol menggunakan sensor alkohol gambar Setelah dipastikan mengandung alkohol maka dilanjutkan dengan uji kadar alkoholnya dengan alat refraktometer gambar 3i dan gas kromatograpi gambar 3h. Tujuan dilakukan uji dengan dua alat ini adalah sebagai pembanding dan memastikan hasil yang lebih valid dan terpercaya. Selain dilakukan uji pada sampel fermentasi juga diamati pertumbuhan jamur pada masing-masing bahan dengan menggunakan mikroskop digital gambar sehingga dapat diamati pertumbuhan jamur pada waktu yang berbeda. Gambar 3. Proses pembuatan dan pengujian kadar bioethanol b. Hasil kalibrasi detektor alkohol Untuk mengetahui waktu pembentukan alkohol yang optimum maka perlu digunakan rangkaian deteksi gas alkohol gambar 4.. Hal ini untuk mengetahui pada waktu berapa jam alkohol hasil fermentasi terbentuk dengan jumlah yang paling banyak. Adapun alat yang digunakan adalah MQ-8 dengan data spesifikasi sebagai berikut spesifikasi detektor Dinamika Jurnal Ilmiah Teknik Mesin p-ISSN 2085-8817 e-ISSN 2502-3373 Vol. 11, No. 2, Mei 2020 DOI Alkohol MQ-8 kemampuannya deteksi alkohol pada range 100-1000 ppm, temperatur 200 C ± 20 C dengan tingkat kelembaban 65% ± 5%. Struktur dan konfigurasi sensor gas MQ-8 disusun oleh tabung keramik mikro Al2O3, lapisan sensitif Tin-Dioxide SnO2. Satuan konsentrasi pada sensor MQ-8 dalam parts per milion ppm/ bagian per-sejuta dimana 1 ppm adalah 1/10000% atau = 0,0001%. Dengan data teknis seperti diatas diharapkan alat detektor ini handal untuk mendeteksi etanol hasil fermentasi. Gambar 4. rangkaian detektor Alkohol bioetanol lengkap Gambar 5. Hasil kalibrasi alat deteksi Alkohol bioetanol menggunakan MQ-8 Hasil kalibrasi detektor alkohol ditunjukkan pada gambar 5., dan data hasil kalibrasi pada tabel 1. Hasil kalibrasi menunjukkan tingkat akurasi sebesar 0,6424 dengan persamaan garis linearnya adalah y= 0,56669x - 2188,9. Hasil kalibrasi ini menunjukkan tingkat akurasi yang cukup untuk mendetekasi alkohol hasil fermentasi dari bahan yang akan diteliti. Kalibrasi ini dilakukan menggunakan alkohol dengan kemurnian 95%, produksi PT. Yusfi Indonesia. y = - R² = 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500 5000 0 2000 4000 6000 8000 10000 Dinamika Jurnal Ilmiah Teknik Mesin p-ISSN 2085-8817 e-ISSN 2502-3373 Vol. 11, No. 2, Mei 2020 DOI Tabel 1. Hasil kalibrasi detektor Alkohol M-Q8 dengan Alkohol murni Volume Alkohol Murni ml Volume Ruang Kalibrasi ml 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Gambar 6 menunjukkan grafik hubungan antara massa ragi terhadap presentase bioetanol yang terbentuk. Hasil ini menunjukkan presentase bioetanol yang semakin meningkat dengan penambahan jumlah massa ragi. Pada penambahan massa ragi dari 5- 15 gram terbentuk kadar etanol yang semakin meningkat dari 3,5-18,5 %, hal ini menunjukkan penambahan jumlah ragi berpengaruh signifikan terhadap hasil fermentasi bioetanol pada waktu fermentasi 96 jam. Gambar 6. Grafik pengaruh massa ragi terhadap kadar etanol beras ketan hitam menggunakan pen refractometer Pada proses fermentasi peningkatan massa ragi berpengaruh signifikan pada kadar etanol yang dihasilkan [22]. Peningkatan massa ragi dari 5, 10, 15 gram seperti ditunjukkan pada gambar 6., berdampak pada jumlah mikroorganisme yang mengurai karbohidrat menjadi semakin banyak sehingga kadar etanol yang dihasilkan semakin meningkat. Gambar 7. Grafik pengaruh massa ragi terhadap kadar etanol beras ketan putih menggunakan menggunakan pen refractometer Pada gambar 7 menunjukkan grafik pengaruh massa ragi terhadap kadar etanol menunjukan variasi dengan massa ragi yang terkecil yaitu 5 gram mengandung kadar etanol massa ragi 10 gram mengandung kadar etanol 2,5%, massa ragi 15 gram mengandung kadar etanol 3,5% dengan fermentasi waktu yang sama 96 jam. Nampak pada massa ragi 5 gram mengandung etanol yang paling tinggi jika dibandingkan dengan massa ragi 10 gram dan 15 gram. Penurunan kadar etanol yang terbentuk disebabkan oleh ketidakstabilan mikroba yang mengurai karbohidrat menjadi etanol. Pada saat proses fermentasi terbentuk senyawa alkohol dan senyawa asam. Senyawa asam ini terbentuk oleh oksigen yang terjebak pada saat proses fermentasi, sehingga metabolisme mikroba berlangsung secara aerob. Proses metabolisme secara aerob menyebabkan substrat glukosa yang seharusnya dikonversi menjadi etanol dikonversi menjadi senyawa asam terutama asam-asam organic [23]. Gambar 8. Grafik hubungan pengaruh massa ragi terhadap kadar etanol singkong menggunakan pen refractometer Dinamika Jurnal Ilmiah Teknik Mesin p-ISSN 2085-8817 e-ISSN 2502-3373 Vol. 11, No. 2, Mei 2020 DOI Pada gambar 8 menunjukkan grafik hubungan pengaruh massa ragi terhadap kadar etanol menujukkan pada massa ragi 5 gram terbentuk kadar etanol massa ragi 10 gram terbentuk kadar etanol 6,5%, massa ragi 15 gram terbentuk kadar etanol 6,5% dengan fermentasi waktu yang sama yaitu 96 jam. Nampak pada massa ragi 5 gram paling rendah kadar etanolnya, pada ragi 10 dan 15 cenderung stabil kadar etanolnya. Pada kondisi awal mikroba fermentasi masih memasuki fase adaptasi sehingga produk etanolnya masih rendah hal ini didukung oleh penelitian [24]. Kemudian pada massa ragi 10 – 15 gram mengalami peningkatan dan kemudian konstan produk bioetanolnya. Keadaan ini disebabkan proses fermentasi masih berlangsung tetapi antara jumlah jamur yang tumbuh dan mati dalam kondisi yang sama sehingga produk etanol dalam kondisi yang stasioner. Gambar 9. Grafik hubungan antara massa ragi terhadap kadar etanol pada beras ketan hitam, beras ketan putih dan singkong menggunakan pen refractometer Pada gambar 9., menunjukkan grafik hubungan antara massa ragi terhadap kadar etanol hasil yang diperoleh menggunakan pen refractometer kadar etanol yang terbacakan dari bahan beras ketan hitam pada massa ragi 15 gram kadar etanolnya 18,5%. Kemudian beras ketan putih pada massa ragi 15 gram kadar etanolnya 6,5%. Pada bahan singkong pada massa ragi 15 gram kadar etanolnya 3,5% lebih rendah dari beras ketan hitam dan beras ketan putih. Menurut penelitian [24], menyatakan bahwa, kandungan karbohidrat pada masing-masing bahan fermentasi menentukan jumlah kadar alkohol yang terbentuk pada proses fermentasi. Beras ketan putih mempunyai kandungan karbohidrat paling tinggi 360 kal per 100 gram bahan, dikuti kandungan karbohidrat ketan hitam 142 kal per 100 gram bahan dan singkong 140 kal per 100 gram bahan. Hasil dari pengujian dengan refraktometer diperoleh kadar etanol tertinggi pada beras ketan hitam, singkong dan beras ketan putih. Tetapi hasil uji yang berbeda menggunakan Gas kromatograpi tabel 2 menyatakan hasil yang sesuai dengan teori diatas. Dimana hasil kadar bioetanol tertinggi pada beras ketan putih, singkong dan beras ketan hitam. Gambar 10. Hasil deteksi alkohol yang terbentuk dengan detektor M-Q8 alkohol yang terbentuk pada beras ketan putih dengan ragi 5 gram Gambar 10 menunjukkan hasil deteksi gas alkohol yang terbentuk pada hari ke 1 hingga hari ke 5. Pada hari ke 1 hingga ke 3 pembentukan bioetanol belum stabil masih berfluktuasi naik dan turun, pada hari ke 4 atau berkisar pada waktu 96 jam ditunjukkan grafik warna biru tua sudah stabil. Detektsi pada hari ke lima 120 jam jumlah bioetanol yang terbentuk justru semakin menurun. Fenomena ini menunjukkan hasil fermentasi yang optimal terjadi pada hari ke-4 dengan jumlah waktu 96 jam. Hal ini di dukung oleh penelitian [18] yang telah melakukan fermentasi pada waktu 96 jam untuk memperoleh fermentasi yang optimum. 0 2000 4000 6000 8000 10000 Dinamika Jurnal Ilmiah Teknik Mesin p-ISSN 2085-8817 e-ISSN 2502-3373 Vol. 11, No. 2, Mei 2020 DOI Gambar 11. Perkembangan jamur waktu fermentasi 96 jam pada a. Beras Ketan Hitam ragi 5 gram, b. Beras Ketan Hitam ragi 10 gram dan c. Beras Ketan Hitam ragi 15 gram Gambar 11, menunjukkan perkembangan jamur pada beras ketan hitam dengan waktu fermentasi 96 jam. Pada gambar 11a dengan penambahan massa ragi 5 gram, terlihat perkembangan jamurnya secara visual yang masih sedikit sehingga menghasilkan kadar etanol yang kecil sebesar 3,5%. Pada gambar 11b dengan penambahan massa ragi 10 gram, terlihat perkembangan jamurnya secara visual dalam kategori sedang sehingga menghasilkan kadar etanol sebesar 13,0%. Pada gambar 11c dengan penambahan massa ragi 15 gram, terlihat jumlah perkembangan jamurnya secara visual dalam kategori banyak sehingga menghasilkan kadar etanol sebesar 18,5%. Fenomena ini terjadi karena jumlah massa ragi Saccharomyces Cerevisiae yang ditambahkan sehingga mikroorganisme yang mengurai glukosa menjadi etanol pun semakin banyak. Gambar 12. Perkembangan jamur waktu fermentasi 96 jam pada a. Beras Ketan Putih ragi 5 gram, b. Beras Ketan Putih ragi 10 gram dan c. Beras Ketan Putih ragi 15 gram Gambar 12, menunjukan perkembangan jamur pada beras ketan putih dengan waktu fermentasi 96 jam. Gambar 12a dengan penambahan massa ragi ragi 5 gram, terlihat perkembangan jamurnya secara visual yaitu dalam kategori banyak sehingga menghasilkan kadar etanol sebanyak 5%. Karena penyesuaian mikroba pengurai karbohidrat menjadi etanol saat fermentasi maka selain terbentuk senyawa alkohol juga terbentuk senyawa-senyawa asam. Hal ini menyebabkan penambahan massa ragi 10 gram, terlihat perkembangan jamurnya secara visual yaitu dalam kategori sedikit sehingga menghasilkan kadar etanol sebanyak 2,5% sebagimana ditunjukkan gambar 12b. Pada gambar 12c dengan penambahan massa ragi 15 gram, terlihat perkembangan jamurnya secara visual yaitu dalam kategori sedang sehingga menghasilkan kadar etanol sebesar 3,5%. Pada proses fermentasi senyawa asam terbentuk disebabkan oleh Oksigen yang terjebak dalam proses fermentasi, sehingga metabolisme mikroba berlangsung secara aerob. Suasana aerob sebenarnya tidak diharapkan dalam proses pembentukan bioetanol, karena substrat pada bakteri tersebut berupa glukosa menyebabkan etanol yang terbentuk dikonversi menjadi senyawa asam organic [23]. Gambar 13. Perkembangan jamur waktu fermentasi 96 jam pada a. Singkong 5 gram, b. Singkong 10 gram dan c. Singkong 15 gram Gambar 13 menunjukan perkembangan jamur pada singkong dengan waktu fermentasi 96 jam. Pada gambar 13a dengan penambahan massa ragi 5 gram, terlihat bahwa perkembangan jamurnya secara visual yaitu dalam kategori sedikit sehingga menghasilkan kadar etanol 3%. Hal ini disebabkan mikroba pelaksana fermentasi masih memasuki fase adaptasi. Setelah mengalami fase adaptasi, mikroba mulai membelah dengan kecepatan yang rendah karena baru mulai menyesuaikan diri [25]. Pada gambar 13b dengan penambahan massa ragi 10 gram, terlihat perkembangan jamurnya secara visual yaitu dalam kategori banyak sehingga menghasilkan kadar etanol 6,5%. Pada gambar 13c dengan penambahan massa ragi 15 gram, terlihat perkembangan jamurnya secara visual yaitu dalam kategori stasioner sehingga menghasilkan kadar etanol 6,5%. Keadaan ini dikarenakan pada proses fermentasinya terbentuk senyawa asam yang disebabkan oleh adanya oksigen yang masuk kedalam, sehingga metabolisme mikroorganisme berlangsung secara aerob dan pertambahan jamurnya tidak signifikan dan perkembangan jamurnya cenderung tetap. Dinamika Jurnal Ilmiah Teknik Mesin p-ISSN 2085-8817 e-ISSN 2502-3373 Vol. 11, No. 2, Mei 2020 DOI Gambar 14. Hasil uji gas alkohol menggunakan GC Gas Chromatography a. Ketan Hitam, b. Ketan Putih dan c. Singkong Gambar 14., adalah hasil uji satu sampel Ketan hitam, ketan putih dan Singkong, masing-masing sampel di uji satu kali dengan menggunakan gas Chromatography. Hasil uji ini menghasilkan kadar etanol masing-masing adalah Ketam hitam 92,30% gambar Ketan putih 100% gambar dan Singkong 98, 10% gambar Tabel 2. Hasil Uji kadar Bioetanol dengan pen refracto meter dan gas Kromatograpi Volume Air Destilasi ml Temperatur Destilasi 0C Uji pen refractometer Kadar etanol % Berdasarkan data hasil pengujian pada tabel 2, ada perbedaan hasil pengujian antara pen refractometer dengan Gas kromatografi hal ini disebabkan adanya perbedaan tingkat presisi antara kedua alat. Penelitian yang dilakukan [20], menguji bahan yang sama dengan variasi waktu fermentasi 42, 72 dan 96 jam. Hasil uji kadar bioetanol dengan Gas kromatografi menunjukkan hasil yang sedikit berbeda, hasil terbaik diperoleh pada Singkong 98,14%, Beras ketan putih 96,67% dan Beras ketan hitam 94,96%. Berdasarkan sumber [27], Sumber karbohidrat dari beras ketan putih 78,4 Dinamika Jurnal Ilmiah Teknik Mesin p-ISSN 2085-8817 e-ISSN 2502-3373 Vol. 11, No. 2, Mei 2020 DOI gram lebih tinggi dibandingkan dengan beras ketan hitam 74,5 gram dan singkong 34 gram. Bahan yang mengandung karhohidrat tinggi adalah sumber bioetanol yang sangat baik. Dengan hasil bioetanol beras ketan putih 100% yang tertinggi, penelitian ini menunjukkan hasil yang cukup baik. Mengacu pada SNI 7390 2012 menyatakan bahwa kadar etanol minimum yang digunakan sebagai bahan bakar jenis bioetanol sebesar 94,0-99,5% [26]. Hasil Uji Gas kromatografi dua bahan memenuhi syarat yaitu Hasil fermentasi Ketan Putih dan Singkong. 4. KESIMPULAN Pada penambahan massa ragi dari 5- 15 gram terbentuk kadar etanol yang semakin meningkatan dari 3,5-18,5 %, hal ini menunjukkan penambahan jumlah ragi berpengaruh signifikan terhadap hasil fermentasi bioetanol. Pengaruh ketidakstabilan mikroba yang mengurai karbohidrat menjadi etanol, saat fermentasi selain terbentuk senyawa alkohol juga terbentuk senyawa-senyawa asam. Hal ini yang menyebabkan penambahan massa ragi tidak signifikan terhadap hasil fermentasinya. Waktu fermentasi yang optimal terjadi pada hari ke-4 dengan jumlah waktu 96 jam. Hasil Uji Gas kromatografi dua bahan memenuhi syarat SNI yaitu Hasil fermentasi Ketan Putih dan Singkong. DAFTAR PUSTAKA [1] Senam, Prospek Bioetanol Sebagai Bahan Bakar yang Terbarukan dan Ramah Lingkungan, Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 16 Mei 2009. [2] Diah Restu Setiawati, Anastasia Rafika Sinaga, Tri Kurnia Dewi, Proses Pembuatan Bioetanol dari Kulit Pisang Kepok, Jurnal Teknik Kimia No. 1, Vol. 19, Januari 2013. [3] Wusnah, Samsul Bahri, Dwi Hartono, Proses Pembuatan Bioetanol dari Kulit Pisang Kepok Musa acuminata secara Fermentasi, Jurnal Teknologi Kimia Unimal 51 2016 57-65. [4] Rosa Devitria, Dini Fatmi, Produksi Bioetanol Tandan Kosong Kelapa Sawit Menggunakan Isolat Bakteri dari Cagar Biosfer Giam Siak Kecil Bukit Batu Riau, Human Care, e-ISSN2528-66510;Volume 3; 90–93. [5] Yuana Susmiati, Prospek Produksi Bioetanol dari Limbah Pertanian dan Sampah Organik, Industria Jurnal Teknologi dan Manajemen Agroindustri Volume 7 Nomor 2 67-80 2018. [6] Murniati, Sri Seno Handayani, Dwi Kartika Risfianty, Bioetanol dari Limbah Biji Durian Durio zibethinus, J. Pijar MIPA, Vol. 13 September 2018 155 – 160. [7] Sukaryo dan Sri Subekti, Bioetanol dari Limbah Biji Alpokat di Kabupaten Semarang, Jurnal Neo Teknika Vol 3. No. 1, Juni 2017, hal. 29-34. [8] Bambang Trisakti, Yustina br Silitonga, Irvan, Pembuatan Bioetanol dari Tepung Ampas Tebu Melalui Proses Hidrolisis Termal dan Fermentasi Serta Recycle Vinasse Pengaruh Konsentrasi Tepung Ampas Tebu, Suhu dan Waktu Hidrolisis, Jurnal Teknik Kimia USU, Vol. 4, No. 3 September 2015. [9] Maswati Baharuddin, Sappewali, Karisma, Jeni Fitriyani, Produksi Bioetanol dari Jerami Padi Oryza sativa L. dan Kulit Pohon DAO Dracontamelon Melalui Proses Sakarifikasi dan Fermentasi Serentak SFS, Chimica et Natura Acta April 20161-6. [10] Ina Winarni, T. Beuna Bardant, Pembuatan Bioetanol dari Limbah Kayu Sengon Falcataria moluccana Miq. Barneby & Grimes Dengan Metode Substrat Konsentrasi Tinggi, jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 35 No. 4, Desember 2017 231-242. [11] Garvin Chandra, Bernardus Boy Rahardjo Sidharta, Fransiskus Sinung Pranata, Produksi Bioetanol dengan Filtrat Kulit Nanas Ananas comosus L. Merr Menggunakan Teknik Imobilisasi Berulang Sel Saccharomyces cerevisiae, Universitas Atma Jaya Yogyakarta Fakultas Teknobiologi Program Studi Biologi Yogyakarta, 2017. [12] Rachmat Subagyo, Imam Ahdy Saga, Pembuatan Bioetanol Berbahan Baku Kulit Singkong dan Kulit Nanas dengan Variasi Massa Ragi, SJME KINEMATIKA 1 JUNI 2019, pp 1 -14. [13] Rodiah Nurbaya Sari, Bagus Sediadi Bandol Utomo, Armansyah H. Tambunan, Kondisi Optimum Produksi Bioetanol dari Rumput Laut Coklat Sargassum duplicatum menggunakan Dinamika Jurnal Ilmiah Teknik Mesin p-ISSN 2085-8817 e-ISSN 2502-3373 Vol. 11, No. 2, Mei 2020 DOI Trichoderma viride dan Pichia angophorae, JPB Perikanan Vol. 9 No. 2 Tahun 2014 121–132. [14] Saniha Adini, Endang Kusdiyantini dan Anto Budiharjo, Produksi Bioetanol Dari Rumput Laut dan Limbah Agar Gracilaria sp. dengan Metode Sakarifikasi Yang Berbeda, BIOMA, Desember 201 5 ISSN 1410-8801 Vol. 16, No. 2, Hal. 65 – 75. [15] Arifwan, Erwin, Rudi Kartika, Pembuatan Bioetanol dari Singkong Karet Manihot Glaziovii Muell dengan Hidrolisis Enzimatik dan Difermentasi Menggunakan Saccharomyces Cerevisiae, Jurnal Atomik., 2016, 01 1 hal 10-12. [16] Herlina, Aceng Ruyani, Zamzaili, Budiyanto, Studi Potensi Talas Liar sebagai Sumber Bioetanol dan Implementasinya pada Pembelajaran Biologi, PENDIPA Journal of Science Education, 2019 3 1 , 28-32. [17] Hasanah, H., Pengaruh Lama fermentasi Terhadap Kadar Alkohol Tape Ketan Hitam Oryza sativa L var forma glutinosa dan Tape Singkong Manihot utilissima Pohl. 16 Februari 2018. [18] Muhammad Khak, Rini Nuraini Rohmatningsih, Purwito, Optimalisasi Fermentor untuk Produksi Etanol dan Analisis Hasil Fermentasi Menggunakan Gas Chromatografi, Jurnal Matematika, Saint, dan Teknologi, Volume 15, Nomor 1, Maret 2014, 12-20. [19] Agustin Krisna Wardani, Fenty Nurtyastuti Eka Pertiwi, Produksi Etanol dari Tetes Tebu oleh Saccharomyces cerevisiae Pembentuk Flok NRRL – Y 265, AGRITECH, Vol. 33, No. 2, MEI 2013. [20] Andrie Yeremia Marchelino Simanjuntak, Rachmat Subagyo, Analisis Hasil Fermentasi Pembuatan Bioetanol dengan Variasi Waktu Menggunakan Bahan Singkong, Beras Ketan Hitam dan Beras Ketan Putih, SJME KINEMATIKA 1 DESEMBER 2019, pp 79-90. [21] Arry Eko Pristiwanto, Rachmat Subagyo, Analisis Hasil Fermentasi Pembuatan Bioetanol dengan Variasi Massa Ragi menggunakan Bahan BerasKetan Hitam, Beras Ketan Putih dan Singkong, ROTARY Volume 01 No. 02 September 2019 pp 157-172. [22] Mira Amalia Hapsari, dkk, Pembuatan Bioetanol dari Singkong Karet Manihot glaziovii untuk Bahan Bakar Kompor Rumah Tangga Sebagai Upaya Mempercepat Konversi Minyak Tanah ke Bahan Bakar Nabati. 12 Desember 2018. [23] I Wayan Arnata; Dewi Anggreni, Rekayasa Bioproses Produksi Bioetanol dari Ubi Kayu dengan Teknik Ko-Kultur Ragi Tape dan Saccharomycescerevisiae, AGROINTEK Volume 7, Maret 2013. [24] Cicik Herlina Yulianti, Uji Beda Kadar Alkohol Pada Tape Beras, Ketan Hitam dan Singkong. 16 Februari 2018. [25] Fardiaz, Mikrobiologi Pangan. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 16 Maret 2018. [26] Badan Standarisasi Nasional BSN. Rancangan Standar Nasional Indonesia. Jakarta. 8 maret 2018. [27]Bahan Pangan Indonesia, Komposisi pangan beras putih, beras merah dan beras hitam. 15 April 2018. ResearchGate has not been able to resolve any citations for this dilakukan penelitian pembuatan bioetanol dari limbah biji Durian Durio zibethinus. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah limbah biji Durian dapat dijadikan sebagai bahan baku pembuatan bietanol serta mengetahui pengaruh pH pada proses fermentasi. Penelitian ini menggunakan biji Durian yang dihidrolisis dengan H2SO4 2,5 % selama 3 jam pada suhu 70 oC, kemudian diukur kadar glukosa dan difermentasi pada variasi pH = 3, 4, 5, dan 6 selama 48 jam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Biji Durian memiliki kadar pati yang berlimpah sebesar 45,85 %, sehingga bahan tersebut mampu diolah dan difermentasi untuk menghasilkan bioetanol. Kadar bioetanol yang dihasilkan pada penelitian ini memiliki kadar maksimal 47,02 % dengan kondisi optimum pH fermentasi = is one of the products of fermentation. Of the agreement MUI, foods and beverages containing alcohol should not exceed 1%, so the food / drinks that contain high levels of alcohol exceeding 1% are included in the category of haram for consumption. This study aimed to determine the effect of fermentation time on ethanol content of cassava Monihotutilissima Pohl tapai. The method that is used to separate the two or more component of volatile and non volatile from tapai is called distillation while to analyze an ethanol level used gas chromatography GC method. To examine the data which differentiate the base concentration of alcohol % in cassava tapai since fermentation process which were analyzed by variants analysis ANOVA. In the next experiment, if there was different significant result, then continued by the test of BNT which the level for about 1%. The samples of cassava Monihot utilissima Pohl tapai fermented for about 24, 48, 72, 96 and 120 hours. Those tapai were mashed and added the aquades. The mixed materials were distillated, then entered into the bottle and considered as gram unit. The considered distillations were being analyzed used gas chromatography GC result of the research showed that there is the influence of long fermentation to ethanol level’s of cassava Manihot utilissima Phol tapai. The level of cassava ethanol was and The long fermentation was for about 120 hours and it was an indeed influence p < 0,01 to the level of cassava’s ethanol among the period of long BaharuddinSappewali SappewaliKarisma KarismaJeni FitriyaniBioetanol merupakan energi alternatif yang dapat diproduksi dari biomassa seperti jerami padi dan biomassa berlignoselulosa. Biomassa lignoselulosa tersedia terus menerus dalam jumlah yang banyak, tetapi hanya dimanfaatkan sebagai pakan ternak, dan kadang-kadang sisanya dibakar. Jerami padi dan pohon dao memiliki komponen selulosa, hemiselulosa dan lignin. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar glukosa yang dihasilkan melalui proses hidrolisis jerami padi dan pohon dao menggunakan enzim selulase serta menentukan kadar etanol yang dihasilkan dari proses fermentasi glukosa menggunakan Saccharomyces cerevisiae. Proses sakarifikasi dan fermentasi serentak SFS dilakukan dalam reaktor yang sama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fermentasi selama 3, 5, 7 dan 9 hari dihasilkan kadar dan konsentrasi bioetanol yang berbeda. Dari penelitian yang dilakukan kadar glukosa jerami padi adalah 105 mg/L dan dari kulit pohon dao sebanyak 216 mg/ bioetanol tertinggi pada hari ke-7 dengan tingkat kemurnian tertinggi pada pohon dao 0,97% pada jerami padi dengan 0,24%.Proses Pembuatan Bioetanol dari Kulit Pisang Kepok Musa acuminata secara FermentasiSamsul WusnahDwi BahriHartonoWusnah, Samsul Bahri, Dwi Hartono, Proses Pembuatan Bioetanol dari Kulit Pisang Kepok Musa acuminata secara Fermentasi, Jurnal Teknologi Kimia Unimal 51 2016 Bioetanol Tandan Kosong Kelapa Sawit Menggunakan Isolat Bakteri dari Cagar Biosfer Giam Siak Kecil Bukit Batu Riau, Human Care, e-ISSN2528-66510Rosa DevitriaDini FatmiRosa Devitria, Dini Fatmi, Produksi Bioetanol Tandan Kosong Kelapa Sawit Menggunakan Isolat Bakteri dari Cagar Biosfer Giam Siak Kecil Bukit Batu Riau, Human Care, e-ISSN2528-66510;Volume 3; TrisaktiBambang Trisakti, Yustina br Silitonga, Irvan, Pembuatan Bioetanol dari Tepung Ampas Tebu Melalui Proses Hidrolisis Termal dan Fermentasi Serta Recycle Vinasse Pengaruh Konsentrasi Tepung Ampas Tebu, Suhu dan Waktu Hidrolisis, Jurnal Teknik Kimia USU, Vol. 4, No. 3 September 2015.Pembuatan Bioetanol dari Singkong Karet Manihot Glaziovii Muell dengan Hidrolisis Enzimatik dan Difermentasi Menggunakan Saccharomyces CerevisiaeErwin ArifwanRudi KartikaArifwan, Erwin, Rudi Kartika, Pembuatan Bioetanol dari Singkong Karet Manihot Glaziovii Muell dengan Hidrolisis Enzimatik dan Difermentasi Menggunakan Saccharomyces Cerevisiae, Jurnal Atomik., 2016, 01 1 hal Fermentor untuk Produksi Etanol dan Analisis Hasil Fermentasi Menggunakan Gas ChromatografiMuhammad KhakPurwito Rini Nuraini RohmatningsihMuhammad Khak, Rini Nuraini Rohmatningsih, Purwito, Optimalisasi Fermentor untuk Produksi Etanol dan Analisis Hasil Fermentasi Menggunakan Gas Chromatografi, Jurnal Matematika, Saint, dan Teknologi, Volume 15, Nomor 1, Maret 2014, Krisna WardaniFenty Nurtyastuti EkaPertiwiAgustin Krisna Wardani, Fenty Nurtyastuti Eka Pertiwi, Produksi Etanol dari Tetes Tebu oleh Saccharomyces cerevisiae Pembentuk Flok NRRL -Y 265, AGRITECH, Vol. 33, No. 2, MEI Hasil Fermentasi Pembuatan Bioetanol dengan Variasi Massa Ragi menggunakan Bahan BerasKetan HitamRachmat Arry Eko PristiwantoSubagyoArry Eko Pristiwanto, Rachmat Subagyo, Analisis Hasil Fermentasi Pembuatan Bioetanol dengan Variasi Massa Ragi menggunakan Bahan BerasKetan Hitam, Beras Ketan Putih dan Singkong, ROTARY Volume 01 No. 02 September 2019 pp 157-172.
This study aims to determine the best bioethanol levels from a combination of cassava and pineapple peels mixture with variations of yeast mass as much as 11 grams, 13 grams, 15 grams and 72 hours fermentation time, to determine the optimal yeast mass and determine ethanol levels according to SNI. This research was carried out by hydrolysis using distilled water for 30 minutes, then fermentation using yeast and distillation process, then tested with a Refractometer Pen. Selected samples will be tested for ethanol content using the Gas Chromatography tool. The highest ethanol content of ethanol making with a combination of cassava and pineapple peels is for a combination of 75% cassava peel-25% pineapple peel in a 15 gram yeast mass, a combination of 50% cassava peel-50% pineapple peel in 15 gram yeast mass. So it can be concluded that the ethanol content of the combination of cassava and pineapple peels is not included in the category of Indonesian national standards SNI. I. PENDAHULUAN Sumber daya alam Unrenewable resources semakin menipis disebabkan sumberdaya alam ini tidak dapat diperbaharui. Konsumsi energi terus mengalami peningkatan, dengan bertambahnya penduduk dan laju perekonomian sebagai penyebab masalah ini. Salah satu contoh energi tak terbarukan adalah energi fosil yang merupakan energi utama saat ini di dunia. Pemanasan global yang teradi di bumi diakibatkan oleh pemakaian bahan bakar fosil, dan dampaknya tehadap lingkungan semakin terasa. Hal inilah yang mendorong dikembangkannya bahan bakar alternative bersifa terbarukan. Alasan pencemaran lingkungan yang terjadi akibat pembakaran bahan bakar fosil berdampak pada kesehatan bagi manusia, hewan, bahkan tumbuhan. Maka dari itu, saat ini upaya untuk menggali dan mengembangkan energi alternatif terus ditingkatkan. Salah satu energi yang termasuk energi terbaru yang harus bisa terus di kembangkan yaitu energy biomassa. Energi biomassa tersebut berasal dari bahan organik dan juga memiliki keragaman jenis. Energi biomassa dapat di buat dari tanaman seperti pada lahan perkebunan, pertanian, hutan, bahkan limbah, baik limbah domestik dan limbah pertanian. Biomassa ini tentunya tidak akan mengakibatkan penumpukan gas 2 , karena gas ₂ yang dihasilkan oleh reaksi pembakaran dipakai untuk pembentukan biomassa itu sendiri. Hasil konversi biomassa tersebut dapat berupa biogas, bioethanol, bioiesel, arang dan sebagainya. Tentunya dalam hal ini bioetanol dalam jangka panjang di harapkan dapat digunakan sebagai pengganti bahan bakar yang marak digunakan saat ini yaitu minyak. Kulit nanas dan kulit singkong adalah limbah yang dapat berpotensi untuk dijadikan energi alternatif sebagai bioetanol. Pada kulit nanas terdapat kandungan Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free SJME KINEMATIKA 1 JUNI 2019, pp 1-14 1 PEMBUATAN BIOETANOL BERBAHAN BAKU KULIT SINGKONG DAN KULIT NANAS DENGAN VARIASI MASSA RAGI Rachmat Subagyo1, Imam Ahdy Saga2 1,2Program Studi Teknik Mesin Fakultas1Teknik1Universitas1Lambung1Mangkurat12 E-mail 1sagaimam24 Abstract This study aims to determine the best bioethanol levels from a combination of cassava and pineapple peels mixture with variations of yeast mass as much as 11 grams, 13 grams, 15 grams and 72 hours fermentation time, to determine the optimal yeast mass and determine ethanol levels according to SNI. This research was carried out by hydrolysis using distilled water for 30 minutes, then fermentation using yeast and distillation process, then tested with a Refractometer Pen. Selected samples will be tested for ethanol content using the Gas Chromatography tool. The highest ethanol content of ethanol making with a combination of cassava and pineapple peels is for a combination of 75% cassava peel - 25% pineapple peel in a 15 gram yeast mass, a combination of 50% cassava peel - 50% pineapple peel in 15 gram yeast mass. So it can be concluded that the ethanol content of the combination of cassava and pineapple peels is not included in the category of Indonesian national standards SNI. Keywords Cassava Peel, Pineapple Peel, Hydrolysis, Fermentation, and Destilation. I. PENDAHULUAN Sumber daya alam Unrenewable resources semakin menipis disebabkan sumberdaya alam ini tidak dapat diperbaharui. Konsumsi energi terus mengalami peningkatan, dengan bertambahnya penduduk dan laju perekonomian sebagai penyebab masalah ini. Salah satu contoh energi tak terbarukan adalah energi fosil yang merupakan energi utama saat ini di dunia. Pemanasan global yang teradi di bumi diakibatkan oleh pemakaian bahan bakar fosil, dan dampaknya tehadap lingkungan semakin terasa. Hal inilah yang mendorong dikembangkannya bahan bakar alternative bersifa terbarukan. Alasan pencemaran lingkungan yang terjadi akibat pembakaran bahan bakar fosil berdampak pada kesehatan bagi manusia, hewan, bahkan tumbuhan. Maka dari itu, saat ini upaya untuk menggali dan mengembangkan energi alternatif terus ditingkatkan. Salah satu energi yang termasuk energi terbaru yang harus bisa terus di kembangkan yaitu energy biomassa. Energi biomassa tersebut berasal dari bahan organik dan juga memiliki keragaman jenis. Energi biomassa dapat di buat dari tanaman seperti pada lahan perkebunan, pertanian, hutan, bahkan limbah, baik limbah domestik dan limbah pertanian. Biomassa ini tentunya tidak akan mengakibatkan penumpukan gas 𝐶𝑂2, karena gas 𝐶𝑂₂ yang dihasilkan oleh reaksi pembakaran dipakai untuk pembentukan biomassa itu sendiri. Hasil konversi biomassa tersebut dapat berupa biogas, bioethanol, bioiesel, arang dan sebagainya. Tentunya dalam hal ini bioetanol dalam jangka panjang di harapkan dapat digunakan sebagai pengganti bahan bakar yang marak digunakan saat ini yaitu minyak. Kulit nanas dan kulit singkong adalah limbah yang dapat berpotensi untuk dijadikan energi alternatif sebagai bioetanol. Pada kulit nanas terdapat kandungan SJME KINEMATIKA 1 JUNI 2019, pp 1-14 2 karbohidrat dan gula yang cukup tinggi dan juga bahan yang mengandung karbohidrat terdapat pula pada limbah dari singkong yaitu pada kulit singkong. Uraian diatas bertujuan untuk menjelaskan bahwa kulit nanas dan kulit singkong yang tentunya sebagai bahan baku baru pembuatan bioetanol sebagai bahan bakar alternatif, karena banyaknya industri di Indonesia yang menyisakan limbah tersebut. Disamping itu kulit nanas dan kulit singkong memiliki kandungan karbohidarat dan glukosa yang cukup tinggi. Sehingga dilakukan penelitian untuk mengetahui kadar bioetanol dari limbah tersebut. Bioetanol adalah etanol bahan utama dari1tumbuhan dan pada umumnya atau juga disebut ethyl alcohol 𝐶₂𝐻₅𝑂𝐻 merupakan cairan1bening1tak1berwarna, terurai secara biologis biodegradable, mengandung toksisitas1rendah1dan1tidak menimbulkan polusi udara1yang besar bila terjadi –1umbian yang mempunyai1kandungan1gizi1yang diantaranya1karbohidrat136,8%, lemak 0,3%,1serat10,9%, abu10,5%,1dan1air161,4%1Zulaikah, 2002. Bioetanol merupakan cairan biokimia proses fermentasi gula dari sumber karbohidrat menggunakan bantuan. Bioetanol diproduksi umumnya berasal dari etanol generasi pertama, yaitu etanol yang awalnya dibuat dari gula tebu, molases atau pati-patian jagung, singkong, dll. Bahan-bahan tersebut merupakan bahan pangan Bambang1Prastowo, 2007. Kulit nanas merupakan bagian luar dari buah nanas yang setiap kali berada di tangan konsumen selalu akan menjadi limbah dan terbuang. Hal tersebut berdampak pada lingkungan yang tidak enak dipandang dan bahkan dari segi bau limbah tersebut sangat mengganggu. Dengan adanya limbah kulit nanas itu haruslah diikuti dengan upaya penanganan dan pengolahan limbah yang baik. Kulit buah nanas diketahui cukup banyak mengandung gula, sehingga bias digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan bioetanol. Kulit singkong merupakan limbah kupasan hasil pengolahan kripik, tapioca, tape, dan pangan berbahan dasar singkong lainnya. Kulit singkong mengandung karbohidrat yang cukup tinggi Rukmana, 1997. Kulit singkong memungkan sumber karbohidrat yang berpotensial untuk diolah menjadi bioetanol. Hidrolisis adalah reaksi kimia memecah molekul menjadi dua bagian dengan menambah molekul air 𝐻2𝑂, dengan tujuan mengkonversi polisakarida menjadi monomer-monomer sederhana. Satu bagian molekul memiliki ion hidrogen H+ dan bagian yang lain memiliki ion hidroksil 𝑂𝐻. Hidrolisis terjadi saat garam dari asam lemah atau basa lemah keduanya terlarut dalam air. Adapun proses dilanjutkan ke tahap fermentasi. Pengertian dari fermentasi1selama1ini1berubah1–1ubah. Kata fermentasi berasal1dari1bahasa1latin1“fervere”1yang artinya merebus1to boil. Arti kata dari1bahasa1latin itu bisa disamakan dengan1kondisi1cairan bergelembung dan ini timbulkan dengan adanya1aktivitas1ragi pada ekstraksi buah1-1buahan maupun biji1-1bijian Suprihatin,12010. Ragi mengubah gula menjadi etanol dan karbondioksida sesuai dengan rumus1di1bawah1ini 𝐶6𝐻12𝑂6n 2𝐶2𝐻5𝑂𝐻 + 2𝐶𝑂2 Nurdyastuti, 2007 Beberapa faktor yang mempengaruhi dalam proses fermentasi ragi adalah sebagai berikut SJME KINEMATIKA 1 JUNI 2019, pp 1-14 3 a. Lama Fermentasi waktu Lama waktu yang dibutuhkan pada proses fermentasi adalah sekitar 2 – 3 hari Astawan dan Mita, 1991 b. Jenis Bahan Substrat Fermenteasi dapat terjadi karena adanya aktifitas mikroba penyebab fermentasi pada substrat organic yang sesuai. Terjadinya fermentasi ini menyebabkan perubahan sifat pangan, sebagai akiat dari pemecahan kandungan bahan pangan tersebut. Hasil – hasil fermentasi terutama tergatung pada jenis bahan pangan substrat, jenis mikroba dan kondisi lingkungannya yang mempengaruhi pertumbuhan dan metabolisme mikroba tersebut Winarno, 1995. c. Keasaman pH Dalam fermentasi alkohol, ragi berpengaruh pada media dengan kondisi asam, antara pH 4,8-5,0. Pengaturan pH bisa dengan penambahan asam sulfat jika substrat basa ataupun natrium bikarbonat jika substrat asam. d. Suhu Suhu optimal untuk petumbuhan dan perkembangannya adalah 28oC -30oC. e. Udara Proses fermentasi alkohol berlangsung secara anaerobic, namun udara1diperlukan1pada1proses1pembibitan1tersebut,1sebelum1fermentasi untuk perkembangbiakan ragi Amien, 2006. Dalam tahapan pembuatan bioethanol juga tidak lepas dari tahap destilasi. Destilasi merupakan proses1penguapan1dan1pengembunan kembali, yang dimaksut untuk memisah campuran1dua1atau lebih1zat1cair kedalam fraksi – fraksinya1b atau dektrosa1menggunakan system uap cairaan. Terdiri dari komponen tert pada tekanan1atmosfer, contohnya alkohol – air, yang pada tekanan atmosfer memiliki titik didih sebesar 78,6℃. Tjokroadikoesoemo, 1986 Gambar 1. Alat Destilasi Kadar etanol menurut Badan Standarisasi Nasional Indonesia adalah 94,0%. Pada penelitian ini kadar etanol yang didapat kemudian dihitung nilai randemennya. SJME KINEMATIKA 1 JUNI 2019, pp 1-14 4 Randemen adalah perbandingan jumlah kuantitas etanol yang dihasilkan dari proses destilasi. Adapun rumus untuk menghitung randemen adalah sebagai berikut Randemen % = %100xdiolahsebelumbahanjumlah gramdihasilkanyangethanoljumlah Hasil perhitungan randemen table 1. II. KAJIAN LITERATUR DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS Ani Rahmawati 2010. Melakukan penelitian dengan judul “Pemanfaatan Limbah Kulit Ubi Kayu Manihot Utilissima Pohl. dan Kulit Nanas Ananas Comosus L. Pada Produksi Bioetanol Dengan Menggunakan Aspergillus Niger”. Pada penelitian tersebut produk etanol campuran limbah kulit ubi kayu Mannihot utilissima pohl. dan limbah kulit nanas Ananas comosus, L. yaitu sebesar 7 ml dengan kadar etanol 2,57%, lebih banyak daripada hasil etanol pada masing – masing limbah kulit ubi kayu dan limbah kulit nanas. Sally Mardari,dkk 2013. Melakukan penelitian degan judul “Pembuatan Bioetanol berbahankan Kulit Nanas ananas comusus l Menggunakan Enzim Selulase dan Yeast Saccharomyces Cerevisiae dengan Proses Simultaneous Sacharification dan Fermentasion SSF”. Pada penelitian tersebut waktu fermantasi penelitian diperoleh waktu fermentasi dengan kadar alkohol tertinggi yang dihasilkan yaitu 3 hari dikarenakan waktu terbaik Saccharomyces Cerevisiae bekerja mengubah glukosa menjadi bioethanol yaitu 3 hari. Emma Khairani 2014. Melakukan penelitian dengan judul “Pemanfaatan Kulit Nanas Jadi Bioetanol” Pada penelitian tersebut dilakukan eksperimen dengan rancangan dengan perlakuan hingga didapat substrat sari kulit nanas yang siap proses menjadi bioetanol melalui proses fermentasi. Substrat ditambah Saacharomyces cereviceae pada bermacam perubah dan lanjutkan proses dianalisis1kadar glukosa1sisa dan kadar bioetanolnya1dengan1GC. Sari kulit nanas dianalisis daripada kadar glukosanya, kemudian1di tambah air dengan perbaningan 12 dan disterilisasi. Proses fermentasi dikerjakan pada suhu 25-30 ℃, 𝑝H 4-5, dan ditambah urea. Selanjutnya proses distilasi pada suhu 78 ℃, dan dianalisis kadar bioethanol yang diperoleh. Dony Fahmi, dkk 2014. Melakukan penelitian dengan juduk “Pemurnian Etanol Hasil Fermentasi Kulit Nanas Ananas comosus L. Merr Dengan Menggunakan Distilasi Vakum”. Pada penelitian tersebut nilai rendemen tertinggi diperoleh pada penelitian pemurnian etanol hasil proses fermentasi kulit nanas dengan menggunakan distilasi vakum adalah 1,166%, semakin tinggi suhu distilasi yang digunakan, maka cairan yang teruapkan pada saat proses distilasi vakum berlangsung juga akan banyak sehingga akan semakin banyak pula uap yang dihasilkan yang selanjutnya akan terkondensasi menjadi etanol destilat didalam wadah penampung. III. METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Workshop Teknik Kimia Universitas Lambung Mangkurat dan Laboratorium Energi LPPM Institut Teknologi Sepuluh Nopember pada1bulan1Maret120181sampai1dengan1Juni12018. Alat1dan1Bahan1Penelitian Adapun1alat dan1bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai1berikut botol, balon, blender, oven, kompor, destilator, gelas ukur, SJME KINEMATIKA 1 JUNI 2019, pp 1-14 5 saringan, timbangan digital, termo Gun, botol sampel, pen refractometer, gas chromatography. Bahan yang di gunakan dalam penelitian ini adalah limbah kulit singkong dan kulit nanas yang merupakan bahan baku utama pembuatan bioetanol. Dalam penelitian ini yang digunakan adalah kulit dari limbah usaha pasar Banjarbaru, Provinsi Kalimantan Selatan. Teknik Pengumpulan Data Kulit nanas dan kulit singkong yang sudah dikumpulkan dicuci hingga bersih, kemudian dijemur di bawah sinar matahari. Hasil pengeringan kemudian dihaluskan dengan blender hingga diperoleh tepung kulit nanas dan kulit singkong. Ditimbang masing – masing bahan tepung kulit singkong dan kulit nanas sesuai dengan kombinasi campuran perbandingan berat bahan. Kemudian tepung kulit singkong dan kulit nanas di campur dengan air aquades 800 ml. Campuran di rebus selama 30 menit dengan suhu 100oC sambil di aduk. Siapkan botol yang akan digunakan sebagai tempat fermentasi. Hasil hidrolisis di dinginkan dan di saring hingga tidak ada ampas dalam larutan hidrolisis. Campurkan ragi sesuai variasi sebanyak 11gr, 13gr, dan 15gr. Tutup mulut botol menggunakan balon. Biarkan proses fermentasi berjalan dengan lama waktu fermentasi selama 72 jam. Siapkan alat dan bahan, kemudian menyalakan pemanas alat destilasi. Tunggu hingga beberapa saat hingga suhu yang diinginkan telah dicapai. Dalam proses pada destilasi ini, suhu yang digunakan adalah 85oC. Suhu dipertahankan sesuai lama proses destilasi. Lama proses untuk satu perlakuan adalah 2 jam. Sesudah sampel didapatkan, kemudian sampel ditampung dalam gelas ukur untuk diuji kadar etanolnya. Bioetanol hasil proses destilasi diuji dengan alat Pen Refractometer di Laboratorium Operasi Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Lambung Mangkurat untuk mengetahui ada atau tidaknya etanol yang terkandung dalam sampel hasil destilasi, dan kemudian akan dilakukan pengujian di Laboratorium Energi LPPM Institut Teknologi Sepuluh Nopember menggunakan Gas Chromatography guna mengetahui kadar bioetanol terbaik dari 3 variasi massa ragi tersebut menurut standar SNI Standar Nasional Indonesia. Variabel pada penelitian ini adalah memvariasi penambahan massa ragi terhadap kadar bioetanol dari kulit singkong dan kulit nanas dengan kombinasi beberapa perbandingan antara kulit singkong dan kulit nanas yaitu 100% kulit singkong dan 0% kulit nanas, 75% kulit singkong dan 25% kulit nanas, 50% kulit singkong dan 50% kulit nanas, 25% kulit singkong dan 75% kulit nanas, 0% kulit singkong dan 100% kulit nanas Kombinasi - kombinasi tersebut kemudian ditambahkan ragi sebanyak 11 gram, 13 gram dan 15 gram yang selanjutnya difermentasi. Proses fermentasi dilakukan selama 72 jam karena selama waktu tersebut dioetanol yang dihasilkan optimal, dan apabila waktu fermentasi dinaikkan maka bioetanol yang dihasilkan dalam proses fermentasi akan dikonversikan oleh Saccharomyces carevisae menjadi senyawa lain yang sah satunya adalah senyawa ester. Diagram alir penelitian SJME KINEMATIKA 1 JUNI 2019, pp 1-14 6 Gambar 2. Diagram Penelitian IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini data yang diambil merupakan kadar etanol, volume etanol dan hasil randemen dari etanol, yang dikerjakan di Laboratorium Operasi Teknik Kimia Universitas Lambung Mangkurat dan Laboratorium Energi LPPM SJME KINEMATIKA 1 JUNI 2019, pp 1-14 7 Institut Teknologi Sepuluh Nopember pada bulan Mei 2018 sampai dengan Juli 2018. Tabel 1. Kadar Etanol Berdasarkan Variasi Massa Ragi Jumlah limbah kulit singkong dan kulit nanas gram Massa kulit singkong gram Persentase etanol yang terbentuk % Perbandingan Hasil Uji Etanol Dengan Gas Chromatography dan Pen Refractometer Nilai perbandingan kadar etanol pada kombinasi kulit singkong dan kulit nanas menggunakan pen refractometer dan gas chromatography dapat dilihat pada diagram perbandingan hasil uji etanol antara gas chromatography dengan pen refractometer berikut. SJME KINEMATIKA 1 JUNI 2019, pp 1-14 8 Gambar 3. Diagram Uji Etanol Dengan Pen Refractometer Hasil kadar etanol menggunakan Pen Refractometer menunjukan kadar etanol yang dihasilkan pada kombinasi 100% kulit singkong dan 0% kulit nanas dengan variasi massa ragi 15 gram yaitu 40%, kombinasi 75% kulit singkong dan 25% kulit nanas dengan variasi massa ragi 15 gram yaitu 44%, kombinasi 50% kulit singkong dan 50% kulit nanas dengan variasi massa ragi 15 gram yaitu 39%, kombinasi 25% kulit singkong dan 75% kulit nanas dengan variasi massa ragi 15 gram yaitu 46%, dan kombinasi 0% kulit singkong dan 100% kulit nanas dengan variasi massa ragi 15 gram yaitu 20%. 404439462005101520253035404550100% KulitSingkong dan 0%Kulit Nanas 15Gram75% KulitSingkong dan25% Kulit Nanas15 Gram50% KulitSingkong dan50% Kulit Nanas15 Gram25% KulitSingkong dan75% Kulit Nanas15 Gram0% Kulit Singkongdan 100% KulitNanas 15 GramEtanol %Pengujian Kadar Etanol Menggunakan Pen Refractometer SJME KINEMATIKA 1 JUNI 2019, pp 1-14 9 Gambar 4. Diagram Uji Etanol Dengan Gas Chromatography Hasil kadar etanol menggunakan Gas Chromatography menunjukan kadar etanol yang dihasilkan pada kombinasi 100% kulit singkong dan 0% kulit nanas dengan variasi massa ragi 15 gram yaitu 87,42%, kombinasi 75% kulit singkong dan 25% kulit nanas dengan variasi massa ragi 15 gram yaitu 88,6%, kombinasi 50% kulit singkong dan 50% kulit nanas dengan variasi massa ragi 15 gram yaitu 89,26%, kombinasi 25% kulit singkong dan 75% kulit nanas dengan variasi massa ragi 15 gram yaitu 87,25%, dan kombinasi 0% kulit singkong dan 100% kulit nanas dengan variasi massa ragi 15 gram yaitu 36,82%. Dari grafik tersebut, perbandingan hasil uji kadar etanol diatas dapat diperhatikan bahwa data hasil pengujian kadar etanol menggunakan alat gas chromatography lebih tinggi, dibandingkan dengan data hasil pengujian kadar etanol dengan alat Pen Refractometer. Sehingga pengujian kadar etanol dengan alat Gas Chromatography lebih diunggulkan karena data yang diperoleh lebih baik dibandingkan dengan data pengujian dengan Pen Refractometer. KulitSingkong dan0% Kulit Nanas15 Gram75% KulitSingkong dan25% KulitNanas 15Gram50% KulitSingkong dan50% KulitNanas 15Gram25% KulitSingkong dan75% KulitNanas 15Gram0% KulitSingkong dan100% KulitNanas 15GramEtanol %Pengujian Kadar Etanol Menggunakan Gas Chromatography SJME KINEMATIKA 1 JUNI 2019, pp 1-14 10 Pertumbuhan Jamur pada proses fermentasi Pengaruh Variasi Massa Ragi 100% Kulit Singkong dan 0% Kulit Nanas Terhadap Kadar Etanol a b c Gambar 6. Pertumbuhan jamur pada a. Ragi 11gr b. Ragi 13gr c. Ragi 15gr Dari gambar tersebut a pada kombinasi 100% kulit singkong dan 0% kulit nanas dengan penambahan massa ragi sebanyak 11 gram, terlihat jamur yang tumbuh tidak terlalu banyak, pada gambar b dengan penambahan massa ragi sebanyak 13 gram, pertumbuhan jamur mengalami peningkatan, dan pada c penambahan massa ragi sebanyak 15 gram, terlihat jumlah jamur semakin banyak. Hal ini disebabkan oleh banyaknya ragi Saccharomyces Cerevisiae yang ditambahkan sehingga mikroorganisme menguraikan glukosa menjadi etanol semakin banyak. Pengaruh Variasi Massa Ragi 75% Kulit Singkong dan 25% Kulit Nanas Terhadap Kadar Etanol a b c Gambar 7. Pertumbuhan jamur pada a. Ragi 11gr b. Ragi 13gr c. Ragi 15gr Dari gambar tersebut a pada kombinasi 75% kulit singkong dan 25% kulit nanas dengan penambahan massa ragi sebanyak 11 gram, terlihat jamur yang tumbuh tidak terlalu banyak, pada gambar b dengan penambahan massa ragi sebanyak 13 gram, pertumbuhan jamur mengalami peningkatan, dan pada c penambahan massa ragi sebanyak 15 gram, terlihat jumlah jamur semakin SJME KINEMATIKA 1 JUNI 2019, pp 1-14 11 banyak. Hal ini disebabkan oleh banyaknya ragi Saccharomyces Cerevisiae yang ditambahkan sehingga mikroorganisme menguraikan glukosa menjadi etanol semakin banyak. Pengaruh Variasi Massa Ragi 50% Kulit Singkong dan 50% Kulit Nanas Terhadap Kadar Etanol a b c Gambar 8. Pertumbuhan jamur pada a. Ragi 11gr b. Ragi 13gr c. Ragi 15gr Dari gambar tersebut a pada kombinasi 50% kulit singkong dan 50% kulit nanas dengan penambahan massa ragi sebanyak 11 gram, terlihat jamur yang tumbuh tidak terlalu banyak, pada gambar b dengan penambahan massa ragi sebanyak 13 gram, pertumbuhan jamur mengalami peningkatan, dan pada c penambahan massa ragi sebanyak 15 gram, terlihat jumlah jamur semakin banyak. Hal ini disebabkan oleh banyaknya ragi Saccharomyces Cerevisiae yang ditambahkan sehingga mikroorganisme menguraikan glukosa menjadi etanol semakin banyak. Pengaruh Variasi Massa Ragi 25% Kulit Singkong dan 75% Kulit Nanas Terhadap Kadar Etanol. a b c Gambar 9. Pertumbuhan jamur pada a. Ragi 11gr b. Ragi 13gr c. Ragi 15gr Dari gambar tersebut a pada kombinasi 25% kulit singkong dan 75% kulit nanas dengan penambahan massa ragi sebanyak 11 gram, terlihat jamur yang tumbuh tidak terlalu banyak, pada gambar b dengan penambahan massa ragi sebanyak 13 gram, pertumbuhan jamur mengalami peningkatan, dan pada c penambahan massa ragi sebanyak 15 gram, terlihat jumlah jamur semakin SJME KINEMATIKA 1 JUNI 2019, pp 1-14 12 banyak. Hal ini disebabkan oleh banyaknya ragi Saccharomyces Cerevisiae yang ditambahkan sehingga mikroorganisme menguraikan glukosa menjadi etanol semakin banyak. Pengaruh Variasi Massa Ragi 0% Kulit Singkong dan 100% Kulit Nanas Terhadap Kadar Etanol a b c Gambar 10. Pertumbuhan jamur pada a. Ragi 11gr b. Ragi 13gr c. Ragi 15gr Dari gambar tersebut a pada kombinasi 0% kulit singkong dan 100% kulit nanas dengan penambahan massa ragi sebanyak 11 gram, terlihat jamur yang tumbuh tidak terlalu banyak, pada gambar b dengan penambahan massa ragi sebanyak 13 gram, pertumbuhan jamur mengalami peningkatan, dan pada c penambahan massa ragi sebanyak 15 gram, terlihat jumlah jamur semakin banyak. Hal ini disebabkan oleh banyaknya ragi Saccharomyces Cerevisiae yang ditambahkan sehingga mikroorganisme mengurai glukosa menjadi etanol semakin banyak. Menurut standar nasional Indonesia dan mengacu pada Standar Nasional Indonesia Bioetanol, standar nasional Indonesia untuk bioetanol yaitu 94,00%. Untuk mengetahui memenuhi dan tidaknya kadar etanol menutur standard SNI dari penelitian ini dapat di liaht pada tabel berikut. Tabel 2. Kualitas Kadar Etanol Menurut Tabel Standar Standar Nasional Indonesia. Presentase Kadar Etanol % Massa Kulit Singkong gram SJME KINEMATIKA 1 JUNI 2019, pp 1-14 13 Dapat dilihat bahwa dari hasil penelitian ini kadar etanol tertinggi didapat dari kombinasi 50% kulit singkong dan 50% kulit nanas dengan variasi ragi 15 gram yang telah dilakukan pengujian dengan menggunakan alat Gas Chromatograpy untuk mengetahui kemurnian kadar etanol sebenarnya. Kadar etanol yang dihasilkan sebesar 89,3%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kadar etanol dari kombinasi kulit singkong dan kulit nanas ini, tidak masuk dalam kategori standar nasional Indonesia SNI. V. KESIMPULAN 1. Dari kombinasi 100% kulit singkong dan 0% kulit nanas dengan variasi massa ragi 15 gram menghasilkan kadar etanol sebanyak 87,4%. Kombinasi 75% kulit singkong dan 25% kulit nanas dengan variasi massa ragi 15 gram menghasilkan kadar etanol sebanyak 88,6%. Kombinasi 50% kulit singkong dan 50% kulit nanas dengan variasi massa ragi 15 gram menghasilkan kadar etanol sebanyak 89,3%. Kombinasi 25% kulit singkong dan 75% kulit nanas dengan variasi massa ragi 15 gram menghasilkan kadar etanol sebanyak 87,3%. Kombinasi 0% kulit singkong dan 100% kulit nanas dengan variasi massa ragi 15 gram menghasilkan kadar etanol sebanyak 36,8%. 2. Dari hasil penelitian ini kombinasi yang paling optimal pertumbuhan jamurnya berada pada kombinasi 50% kulit singkong dan 50% kulit nanas dengan massa ragi 15 gram dan waktu fermentasi 72 jam yang menghasilkan kadar etanol sebanyak 89,3%. 3. Dari penelitian ini kadar etanol tertinggi didapat dari kombinasi 50% kulit sungkong dan 50% kulit nanas dengan variasi ragi 15 gram, etanol yang dihasilkan yaitu 89,3%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kadar etanol dari kombinasi kulit singkong dan kulit nanas ini, tidak masuk dalam kategori standar nasional Indonesia SNI. DAFTAR PUSTAKA Amien. 2006. Pentingnya Fermentasi Bir Kokoa. http/// Diakses tanggal 11 Desember 2018 Ani Rahmawati. 2010. Pemanfaatan Limbah Kulit Ubi Kayu Manihot Utilissima Pohl. dan Kulit Nanas Ananas Comosus L. Pada Produksi Bioetanol Menggunakan Aspergillus Niger. Fakultas MIPA Univesitas Sebelas Maret. Surakarta. Astawan. M dan M. W. Astawan. 1991. Teknologi Pengolahan Pangan Nabati Tepat Guna. Bogor Akademika Pressiado. Astawan, M dan W. Mita. 1991. Teknologi Pengolahan Nabati Tepat Guna. Pressindo. Bogor. Hal 61 Badan Standardisasi Nasional. 2008. SNI 72902008. Bioetanol Terdenaturasi untuk Gasohol. Jakarta. Dony Fahmi, dkk. 2014. Pemurnian Etanol Hasil Fermentasi Kulit Nanas Ananas comosus L. Merr Dengan Menggunakan Distilasi Vakum. Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya. Jawa Timur. Khairani, Emma. 2014. Pemanfaatan Kulit Nanas Jadi Bioetanol. Medan. Nurdyastuti, I. 2007. Teknologi Proses Produksi Bio-Ethanol. Makalah prospek pengembangan Bio-fuel Sebagai Subtitusi Bahan Bakar Minyak 75-83. Prastowo. Bambang. 2007. Potensi Sektor Pertanian Sebagai Penghasil dan Pengguna Energi Terbarukan. Bogor. Rukmana, R. 1997. Ubi Kayu Budidaya Paskapanen. Jakarta Kanisius. Sally Mandari, dkk. 2013. Pembuatan Bioetanol dari Kulit Nanas ananas comusus l Menggunakan Enzim Selulase dan Yeast Saccharomyces Cerevisiae dengan Proses Simultaneous Sacharification dan Fermentasion SSF. Program Studi Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Riau. Riau. SJME KINEMATIKA 1 JUNI 2019, pp 1-14 14 Tjokroadikoesoemo, P. S. 1986. HFS dari industry Ubi Kayu dan Lainnya. Gramedia. Jakarta. 229 hlm. Winarno, F. G. 1995. Enzin Pangan. Jakarta Gramedia. Zulaikah, Siti. 2002. Ilmu Bahan Makanan I. Surakarta. Universitas Muhammadiyah Surakarta. ResearchGate has not been able to resolve any citations for this Pengolahan Pangan Nabati Tepat GunaM W AstawanAstawanAstawan. M dan M. W. Astawan. 1991. Teknologi Pengolahan Pangan Nabati Tepat Guna. Bogor Akademika Pengolahan Nabati Tepat Guna. PressindoM AstawanW MitaAstawan, M dan W. Mita. 1991. Teknologi Pengolahan Nabati Tepat Guna. Pressindo. Bogor. Hal 61Nasional Badan StandardisasiBadan Standardisasi Nasional. 2008. SNI 72902008. Bioetanol Terdenaturasi untuk Gasohol. KhairaniKhairani, Emma. 2014. Pemanfaatan Kulit Nanas Jadi Bioetanol. Medan. Nurdyastuti, I. 2007. Teknologi Proses Produksi Bio-Ethanol. Makalah prospek pengembangan Bio-fuel Sebagai Subtitusi Bahan Bakar Minyak Sektor Pertanian Sebagai Penghasil dan Pengguna Energi TerbarukanPrastowoBambangPrastowo. Bambang. 2007. Potensi Sektor Pertanian Sebagai Penghasil dan Pengguna Energi Terbarukan. Bioetanol dari Kulit Nanas ananas comusus l Menggunakan Enzim Selulase dan Yeast Saccharomyces Cerevisiae dengan Proses Simultaneous Sacharification dan Fermentasion SSFSally MandariSally Mandari, dkk. 2013. Pembuatan Bioetanol dari Kulit Nanas ananas comusus l Menggunakan Enzim Selulase dan Yeast Saccharomyces Cerevisiae dengan Proses Simultaneous Sacharification dan Fermentasion SSF.HFS dari industry Ubi Kayu dan LainnyaP S TjokroadikoesoemoTjokroadikoesoemo, P. S. 1986. HFS dari industry Ubi Kayu dan Lainnya. Gramedia. Jakarta. 229 Pangan. Jakarta GramediaF G WinarnoWinarno, F. G. 1995. Enzin Pangan. Jakarta Bahan Makanan I. SurakartaSiti ZulaikahZulaikah, Siti. 2002. Ilmu Bahan Makanan I. Surakarta. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Hendry Y. Nanlohy Universitas Sains dan Teknologi Jayapura Anwar . Universitas Sains dan Teknologi Jayapura Keywords singkong hutan, air tape, destilasi fraksional, bioetanol Abstract Bioetanol merupakan salah satu bahan bakar alternatif pengganti minyak tanah. Bioetanol adalah cairan biokimia dari proses fermentasi karbohidrat dengan bantuan mikroorganisme, dan dilanjutkan dengan proses destilasi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari tentang bioetanol yang dapat dihasilkan dari air tape singkong, dengan cara destilasi fraksional. Untuk pemisahan alkohol air tape dari air, dari setiap pembakaran C2H5OHl, menentukan nilai udara pembakaran, entalpi pembakaran yaitu -13,503 kj/kmol bahan bakar, nilai pemanasan atas HHV = 44755,76 kj/mol dan nilai pemanasan bawah LHV = 52325,76 kj/mol, menentukan titik nyala adiabatik dari setiap reaksi pembakaran yaitu Tad = 2850,041 K dan menguji kadar bioetanol 70%, 83%, 86%, dan 95% pada kompor bioetanol. konsumsi bahan bakar bioethanol berkadar 70 % dengan waktu didih rata – rata yaitu 9,15; dan konsumsi bahan bakar sebesar 26,7 ml bioethanol. Pada bioethanol berkadar 83% dengan waktu titik didih rata – rata 5,34 dan konsumsi bahan bakar 21,7 ml bioethanol. Pada bioethanol 86% dengan waktu titik didih rata - rata 4,09 menit dan konsumsi bahan bakarnya rata - rata 18,3 ml bioethanol, sedangkan pada bioethanol berkadar 95% dengan titik didih rata - rata 1,52 menit dan nilai rata – rata konsumsi bahan bakarnya yaitu 9 ml bioethanol. Hasil dari penelitian bioetanol dengan kadar 70%, 83%, 86% dan 95% dapat digunakan sebagai bahan bakar alternatif pengganti minyak tanah. Kesimpulan uji coba bioetanol terhadap kompor bioetanol yaitu semakin tinggi kadar bioetanol yang digunakan, maka semakin cepat waktu titik didihnya dan juga semakin hemat konsumsi bahan bakarnya.
mengapa bioetanol dari singkong sangat berpotensi dikembangkan di indonesia